Wednesday, August 29, 2012

Menghindari Perkawinan Inces di Padang Savana

Dari NT ke NTT. Itulah jadwal perjalanan Presiden SBY pekan lalu. Dari North Teritory (NT) di Australia ke NTT (Nusa Tenggara Timur) di belahan timur Indonesia. Wilayahnya berdekatan, kondisi alamnya mirip-mirip, dan keduanya menjadi andalan untuk produksi daging bagi negara masing-masing.

Bedanya, produksi ternak di NT berlebih untuk Australia, sedangkan produksi ternak NTT tidak cukup untuk Indonesia. Tahun lalu Indonesia harus mengimpor sapi sampai 350.000 ekor, kebanyakan dari NT.

Problem itulah yang menjadi fokus kunjungan Presiden SBY ke NT. Ini sangat serius karena bisa jadi impor ternak dari NT akan terus bertambah, yang ujung-ujungnya kelak Indonesia akan bergantung pada Australia. Apalagi, konsumsi daging kita akan terus membubung seiring dengan terus naiknya kelas menengah di Indonesia.

Mayat Itu Berjalan Lagi Bukan sebagai Kuntilanak

APA kabar PT Kertas Leces (Persero)? Yang sudah lebih dari dua tahun mati suri? Yang selama itu nasib karyawannya tidak menentu? Yang diyakini tidak akan bisa hidup lagi kalau tidak digerojok uang negara Rp 200 miliar?
Sejak dua minggu lalu pabrik kertas yang sangat besar yang berlokasi di selatan Probolinggo ini mulai siuman. Tanda-tanda kehidupan sudah mulai kelihatan. Suara mesin sudah kembali menderu.

Leces hidup lagi!

Bukan sebagai mayat berjalan, tapi sebagai pasien yang sudah bisa dipaksa berjalan.

Semula negara sudah setuju kembali menggerojokkan Rp 200 miliar ke Leces. Tapi, ketika saya diangkat menjadi menteri BUMN, rencana penggerojokan itu saya minta ditunda. Saya ingin melihat dulu apakah benar persoalan pokoknya pada modal. Apakah bukan pada manajemen. Ini harus saya pelajari dulu agar negara tidak mudah begitu saja menggerojokkan dana ratusan miliar rupiah.

Inisiatif Sendiri untuk Mencari Solusi

Tanpa diminta oleh Kementerian BUMN, para pimpinan tiga perusahaan ini berkumpul: Garuda Indonesia, Angkara Pura I, dan Angkasa Pura II. Mereka saling curhat, kemudian mencari jalan keluar. Tiga perusahaan BUMN tersebut memang saling terkait. Yang satu bisa menghambat kemajuan yang lain. Atau sebaliknya.

Garuda memang tidak mau berhenti berprestasi. Setelah April lalu mengalahkan Malaysian Airlines dan sebulan kemudian mengalahkan Thai Airways, kini Garuda juga sudah diklasifikasikan sebagai penerbangan bintang empat.

Tentu, Garuda ingin naik kelas ke bintang lima. Di Asia baru lima penerbangan yang tergolong bintang lima: Singapore Airlines, Qatar Airways, Cathay Pacific Hongkong, Asiana Korea Selatan, dan jangan kaget: Hainan Airlines, sebuah penerbangan Hainan, pulau yang akan dijagokan menjadi “Balinya” Tiongkok.

Menyerahkan PKBL Kepada Ahlinya

Bulan Puasa nanti saya ingin mengundang lembaga-lembaga masyarakat yang selama ini menangani penyaluran dana untuk pengusaha kecil dan mikro.

BUMN ingin mencari partner yang andal untuk menangani Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Lembaga itu haruslah bereputasi tinggi, punya pengalaman panjang, teruji, dan benar-benar telah dirasakan manfaatnya oleh pengusaha kecil dan mikro.

Lembaga itu juga harus punya kapasitas, sistem dan manajemen yang memadai untuk membina pengusaha kecil dan mikro dalam jumlah besar.

Tuesday, August 28, 2012

“Plok–plok–plok” di Istana Jogja

Belum pernah soal mobil listrik dibahas seserius ini. Serius pembahasannya, tinggi level yang membahasnya, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri inisiatornya. Bahkan beliau sendiri pula yang memimpin rapatnya.

Ini terjadi, Jumat sore (25/5) lalu di Istana Negara Jogjakarta. Lebih separo menteri anggota kabinet hadir. Semua rektor perguruan tinggi terkemuka diundang: UI, ITB, ITS, UNS, UGM, dan lain-lain. Para rektor itulah yang menyiapkan presentasi hasil kajiannya. Saya sendiri menghadirkan “Pendawa Putra Petir” yang kini sedang menyiapkan prototipe mobil listrik nasional.

Ribut-ribut Petral dan Prinsip C&C

Kadang timbul, kadang tenggelam, kadang timbul tenggelam. Begitulah isu korupsi di Pertamina. Dan itu sudah berlangsung puluhan tahun.

Belum ada yang mengamati: tiap musim apa mulai timbul dan mengapa (ada apa) tiba-tiba tenggelam begitu saja.

Lalu, sejak sekitar tiga bulan lalu isu ini timbul lagi. Belum tahu kapan akan tenggelam dan ke mana tenggelamnya. Sebenarnya menarik kalau bisa dirunut, mengapa isu ini kembali muncul.

Ada kejadian apa dan siapa yang pertama kali memunculkannya. Dari sini bisa diduga kapan isu ini akan tenggelam dan bagaimana tenggelamnya.

Iwak Peyek pun Tidak Menolong Tebu

Saya tertegun ketika berkunjung ke Pabrik Gula Madukismo, Yogyakarta, hari Minggu pagi kemarin.  Terutama ketika melihat ada crane baru di situ.

“Baru beli crane ya?” sapa saya kepada Ir Putu Aria Wangsa, Kabag Instalasi yang mendampingi saya naik turun tangga di pabrik gula itu.

Crane pengangkat tebu ke  mesin penggilingan itu memang kelihatan masih baru. Catnya yang kuning mengkilap terasa kontras dengan mesin-mesin lain di sekitarnya yang sudah kelihatan karatan.

“Itu bukan baru Pak. Itu crane Ayu Azhari,” jawab Putu sambil terlihat menahan tawa.

Monday, August 27, 2012

Hari-hari “hamil tua” di pabrik gula

Hari-hari ini situasi pabrik gula kita seperti menghadapi istri yang lagi hamil tua. Musim giling sudah di depan mata. Pertaruhan sedang dibuat: apakah pabrik gula kita masih akan kembali melahirkan bayi yang cacat?

Tahun 2011 dari 52 pabrik gula milik BUMN tinggal 20 parik yang masih baik. Yang 32 dalam keadaan jelek dan jelek sekali. Ada pengamat yang bilang payahnya pabrik gula kita karena mesin-mesinnya yang sudah tua. Pengamat lain mengatakan kondisi payah itu karena manajemennya yang buruk. Ada juga yang bilang penyebabnya adalah tata tanam tebu yang kian sembarangan.

Juga karena harga gula kita yang terlalu murah sehingga petani tebu kurang terangsang untuk maju. Di masa lalu harga gula itu selalu tiga kali lipat lebih mahal dari harga beras. Sekarang harganya hampir sama: padahal menanam padi hanya perlu waktu tiga bulan, sedang menanam tebu memerlukan masa 16 bulan.

Mbah Surip lokal untuk Garuda

Akan ada hiruk pikuk lagi di BUMN beberapa hari mendatang. Di samping soal interpelasi, akan ada heboh soal penjualan saham Garuda dan susunan direksi baru perusahaan penerbangan itu. Akan ada juga heboh-heboh soal gula dan tebu. Lalu segera menyusul kehebohan soal direksi Telkom. Tentu itu belum semuanya. Kehebohan-kehebohan lain bisa saja akan terus menyusul.

Mengapa soal saham Garuda akan heboh? Ini boleh dikata merupakan heboh turunan. Sejak penjualan perdana saham Garuda ke publik setahun yang lalu memang sudah heboh: Rp750 per lembar saham dianggap terlalu mahal. Akibatnya, tiga perusahaan grup BUMN yang harus membeli 10 persen saham Garuda waktu itu langsung kelimpungan. Ini karena sesaat setelah IPO harga saham Garuda nyungsep menjadi hanya Rp570 per lembar. Bahkan pernah tinggal Rp395 per lembar!

Empat Putera Petir untuk Prof. Widjajono

Saya terkesan dengan logika berpikir Prof Widjajono Partowidagdo, Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru saja meninggal dunia di pendakiannya ke Gunung Tambora Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (21/4), yakni: kurangi pemakaian bahan bakar minyak (BBM).

Kalau sudah tahu bahwa produksi minyak kita terus menurun, kemampuan kita membangun kilang juga terbatas dan pertambahan kendaraan tidak bisa dicegah, mengapa kita terus mempertahankan pemakaian BBM?

Benang Kusut KBI yang Sudah Kelihatan Ujungnya

Ada satu BUMN yang sebenarnya penting tapi bernama PT KBI: Kliring Berjangka Indonesia.

Bukan karena namanya itu yang salah tapi memang sejak mendapatkan izin operasional sebagai lembaga kliring berjangka lebih 10 tahun lalu, belum bisa menjalankan fungsinya.

Tugasnya sebenarnya mulia tapi memang berkelok-kelok jalannya. Misinya jelas, tapi kabur dalam pelaksanaannya.

KBI seharusnya mengurus “integritas perdagangan berjangka, pasar fisik komoditas, dan integritas informasi sistem resi gudang” tapi sampai hari ini baru 1 persen pelaksanaannya.

Pilihan baru: Live TV subsidi atau e-BBM

Meski DPR sudah memberikan izin dengan ketentuan tertentu untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), pemerintah tidak akan begitu saja menaikkannya.

Demikian juga, meski DPR sudah menaikkan plafon subsidi BBM dari Rp123 triliun ke Rp137 triliun, kami masih terus berdebar apakah nilai tersebut cukup untuk pengadaan BBM bersubsidi sampai akhir Desember 2012.

Jangan-jangan pertengkaran antara Presiden Obama dan Iran terus meningkat, sehingga harga minyak mentah dunia terus membumbung. Akibatnya angka subsidi yang sudah sebesar “gajah bengkak” itu masih belum cukup.

Saturday, August 25, 2012

Monorel Rp 60 Triliun Hanya Operasi Dua Hari Setahun

Monorel di Makkah
Transportasi haji di Makkah mulai musim haji tahun depan akan berubah total. Kerajaan Arab Saudi sedang menyiapkan moda transportasi massal yang sangat efisien dan ramah lingkungan, sehingga perjalanan ke Arafah saat puncak haji lebih nyaman.

Laporan Anas Sadaruwan dari Makkah dan Dahlan Iskan dari Surabaya

Perjalanan suci nan kolosal dari Makkah ke Arafah (via Mina dan Muzdalifah) secara tradisional yang terjadi kemarin adalah yang terakhir. Tahun depan caranya sudah berubah sama sekali: pakai monorel. Tidak ada lagi barisan bus yang menyemut, yang hanya bisa nggeremet dengan kecepatan 5 km/jam, bahkan lebih sering berhenti sama sekali. Kalau mau, masih bisa berjalan kaki untuk jarak sejauh 20 kilometer itu.

Ikut Tarawih Dengan Madzhab Hambali

Masjid Niu Jie
Sudah tiga kali saya lebaran idul fitri di Tiongkok, tapi baru sekali ini merasakan salat tarawih di sana. Dua hari berturut-turut saya ke masjid Niu Jie, masjid terbesar di Beijing. Awal bulan puasa ini saya memang harus ke Tiongkok untuk cek kesehatan. Yakni tepat setelah tiga tahun saya menjalani transplantasi hati di Tianjin. Sudah sembilan bulan saya tidak cek kesehatan lantaran banyaknya urusan di PLN. Setelah selesai cek kesehatan, saya memang ke Beijing untuk mengadakan pertemuan dengan berbagai perusahaan besar yang ada kaitannya dengan PLN. Sebagai Dirut PLN saya berkepentingan untuk mendesak mereka agar proyek-proyek 10.000 MW itu cepat selesai. Saat di Beijing inilah saya ingin berbuka puasa di masjid Niu Jie. Sudah beberapa kali saya ke masjid ini tapi baru kali ini tepat di bulan puasa. Saya memang ingin berbuka puasa dan salat tarawih di masjid ini.Berbuka puasa di masjid Niu Jie dilakukan di halaman masjid. Sambil menunggu – berbuka, mereka ngobrol sambil berdiri di halaman. Saya bisa ngobrol lebih asyik karena salah satu pengurus masjid itu pensiunan PLN-nya Tiongkok. Dia ahli turbin. Dia juga banyak tahu soal politik karena termasuk pengurus partai komunis setempat.

Perjalanan Mengenang Tragedi Karbala

Sunni lebaran Minggu, Syiah keesokan harinya. Di Irak, tidak ada gejolak atas perbedaan itu. Pemerintah tidak terlibat. Masing-masing golongan mengumumkan hari rayanya sendiri.

Hari itu saya salat Ied di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani. Letaknya di tengah kota Baghdad. Tidak sampai 15 menit naik mobil dari hotel Isthar (dahulu Hotel Sheraton), tempat saya menginap. Hotel ini terletak di samping taman yang patung Saddam Husseinnya dirobohkan itu.

Nama Syekh Abdul Qadir Jailani sangat terkenal di Indonesia. Dialah tokoh utama tarikat/tasawuf Naqsyabandiyah, khususnya aliran Qadiriyah. Sejak saya kecil, nama ini sudah saya hafal. Doa-doa yang diucapkan ayah saya, selalu menyebut nama itu di bagian akhirnya.

Kerinduan dengan Luka di Kaki

Aqsa - “Dari Indonesia,” jawab saya.
“Muslim?” Tanya tentara Israel bersenjata itu.
“Yes,” jawab saya.

Kami pun bisa dengan mudah melewati gerbang tua dengan tembok yang tebal dan kokoh itu. Gerbang yang dijaga tentara Israel bersenjata. Inilah gerbang masuk ke kawasan yang luasnya sekitar 10 lapangan sepakbola. Yang di dalamnya terdapat taman dan pepohonan.

Di tengah taman itu terdapat masjid besar berkubah kuning. Itulah Masjid Kubah Batu. Tidak jauh dari situ terlihat satu masjid besar lagi: itulah Masjid Al Aqsa.

Tembok yang mengelilingi kawasan ini terlihat tinggi, tebal dan terkesan sangat kuno. Dari luar, tembok ini tidak terlihat karena tertutup perkampungan yang padat, yang sampai menempel ke tembok.