Belum pernah soal mobil listrik dibahas seserius ini. Serius pembahasannya, tinggi level yang membahasnya, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri inisiatornya. Bahkan beliau sendiri pula yang memimpin rapatnya.
Ini terjadi, Jumat sore (25/5) lalu di Istana Negara Jogjakarta. Lebih separo menteri anggota kabinet hadir. Semua rektor perguruan tinggi terkemuka diundang: UI, ITB, ITS, UNS, UGM, dan lain-lain. Para rektor itulah yang menyiapkan presentasi hasil kajiannya. Saya sendiri menghadirkan “Pendawa Putra Petir” yang kini sedang menyiapkan prototipe mobil listrik nasional.
Para rektor itu, di bawah koordinasi Mendikbud Muhammad Nuh dan Menristek Gusti Muhammad Hatta, secara mengejutkan menyajikan hasil kajian akademik yang sangat lengkap dan mendalam.
Padahal, Presiden SBY hanya memberi waktu 2,5 bulan kepada mereka. Presiden memang pernah mengundang para rektor itu ke Istana Jakarta. Untuk meminta pandangan mereka mengenai realistis tidaknya mobil listrik nasional. Presiden lantas minta kajian akademiknya. Waktu 2,5 bulan ternyata cukup untuk mereka.
Karena itu, saat Presiden menagih yang ditagih begitu siapnya. Rupanya Presiden dan para rektor sama-sama semangatnya. Ini seperti “tumbu ketemu tutupnya, Anang ketemu Ashantinya”!
Ini juga menunjukkan bahwa dunia perguruan tinggi sebenarnya sudah lama memendam kesumat: melahirkan sesuatu yang bersejarah oleh kemampuan intelektual bangsa sendiri. Bahwa konsep itu bisa lahir begitu cepat pada dasarnya juga karena dunia perguruan tinggi sudah lama melakukan kajian, riset, dan ujicoba yang mendalam.
Para mahasiswa pun sudah bisa membuatnya. Saya sudah mencoba yang buatan mahasiswa ITS, ITB, atau pun mahasiswa UGM. Sudah bertahun-tahun mereka memendam harapan: kapan hasil riset itu tidak sekadar berhenti sampai di peti. Mereka sudah lama mimpi kapan hasil kajian itu menjadi karya nyata untuk bangsa. Bahkan mereka pernah curiga jangan-jangan kepentingan bisnis besarlah yang membunuh bayi mereka –sejak masih di dalam kandungannya.
Maka begitu Presiden SBY memberikan sinyal yang kuat untuk lahirnya mobil listrik nasional ini, para rektor menyala seperti bensin menyambar bara yang menganga. “Kami sampai kurang tidur dan tidak sempat mengajar,” ujar doktor elektro UGM yang terlibat penyiapan konsep itu.
Presiden SBY kelihatan amat puas mendengarkan presentasi Mendikbud dan Rektor UGM yang mewakili para rektor semua. Presiden juga memberikan komitmen yang kuat untuk kelanjutan proyek ini. Para rektor bertepuk tangan berkali-kali.
Kesimpulan paparan akademik para rektor tersebut adalah: kelahiran mobil lisrik adalah suatu keharusan. Kata “keharusan” itu ditulis dengan huruf besar semua. Itu menandakan keniscayaannya. Sedang saat yang tepat untuk melahirkannya, kata kesimpulan itu: sekarang juga. Kata “sekarang” itu juga ditulis dengan huruf besar –menandakan jangan sampai kita mengabaikan momentum.
Terlambat merealisasikannya, kata para rektor, hanya akan membuat Indonesia mengulangi sejarah buruk kita di masa lalu: jadi pasar empuk semata. Kita akan gigit jari untuk kesekian kalinya.
“Secara teknologi, SDM, pasar, dan industrial kita mampu melakukannya,” ujar Prof Dr Agus Darmadi, guru besar elektro UGM yang mewakili para rektor menyampaikan presentasi.
Paparan para rektor itu tercermin juga dalam paparan tim Pendawa Putra Petir yang dihadirkan setelah itu. Yakni lima putra bangsa yang siap merealisasikannya. Lima orang ini merupakan hasil seleksi dari lebih seribu orang yang mendukung lahirnya mobil listrik nasional. Lima orang inilah yang memenuhi tiga syarat utama sekaligus: kemampuan akademik, pengalaman industri, dan passion untuk mewujudkannya.
Dasep Ahmadi, engineer lulusan ITB dan pendidikan luar negeri sudah lama berada di industri mobil. Kini Dasep mampu memproduksi mesin presisi dan berhasil mengekspornya. Kalau sudah bisa membuat mesin presisi, semua mesin menjadi mudah baginya. Dasep kini lagi menyelesaikan tiga prototipe city electric car. Sudah hampir jadi. Sebulan lagi sudah bisa dikendarai. Bentuknya yang sudah kelihatan, mirip Avanza. Sudah dua kali saya mengunjungi workshopnya.
Danet Suryatama, engineer lulusan ITS dengan gelar doktor dari Michigan USA, sudah lebih 10 tahun menjadi engineer di pabrik mobil AS. Saat pertemuan dengan Presiden SBY itu Danet baru tiba dari USA. Masih belum mandi. Hampir saja tidak sempat hadir. Pesawatnya dari AS terlambat berangkat.
Saya sudah sekali mengunjungi workshop di Jogja yang akan mengerjakan mobil listriknya. Danet menyiapkan prototipe mobil listrik kelas mewah. “Agar jangan ada anggapan mobil listrik itu ecek-ecek,” katanya. Desain mobilnya, yang hanya boleh ditayangkan amat sekilas, membuat penggemar Ferari bisa iri. Dua bulan lagi mobil ini jadi.
Danet sudah siap pulang ke tanah air untuk mengabdikan diri bagi bangsa sendiri. Sudah 20 tahun dia berkarya untuk Amerika. Kini, ibunya yang kelahiran Pacitan, Jatim seperti memanggilnya pulang.
Ravi Desai, lahir dan lulusan Gujarat. Ravi ahli dalam energi dan menekuni konversi energi. Ravi kini menyelesaikan konversi mobil lama yang ingin diubah menjadi mobil listrik. Saat meninjau proyeknya di Serpong minggu lalu, saya lihat ada dua sedan Timor di situ. Timor itulah yang dicopot mesinnya diganti motor listrik. Dua bulan lagi Timor baru itu sudah bisa meluncur di jalan raya.
Mario Rivaldi, spesialis sepeda motor listrik. Lulusan Inggris dan Jerman yang pernah di ITB ini bukan baru membuat, tapi sudah membuat. Bahkan sepeda motornya sudah lolos uji sertifikasi dan sudah dipatenkan. Mario tidak mau karyanya ini disamakan dengan motor listrik dari Tiongkok yang kini beredar di Indonesia. Kelas motornya yang akan diberi merek Abyor itu jauh di atas yang ada.
Tentu karya keempat engineer itu tidak akan bisa disebut mobil listrik nasional kalau komponen buatan dalam negerinya tidak memadai. Itulah sebabnya diperlukan si bungsu dari Pendawa: umurnya masih sangat muda (termuda di antara sang Pendawa) tapi namanya masih harus dirahasiakan. Waktu diminta oleh Bapak Presiden SBY untuk bicara, dia juga hanya bicara seperlunya.
Anak Padang ini ahli membuat komponen motor. Dia sudah punya belasan paten motor di luar negeri. Dia juga bersedia pulang. Untuk menjadi pelopor industri komponen motor di dalam negeri. Sudah 14 tahun dia di negara maju, kini saatnya dia kembali. Semangatnya untuk mengabdi pada bangsa sendiri ternyata begitu tinggi.
“Dalam satu mobil,” kata sang Sadewa ini, “diperlukan 150 motor”. Kalau satu juta mobil diperlukan 150 juta motor. Semuanya impor. Satu pabrik gula besar bisa memerlukan 1.000 motor. Apa saja, memerlukan motor. Tapi kita belum bisa membuatnya.
Sadewa dari Sumbar inilah yang akan mengubahnya. Kini dia sedang membentuk tim yang kuat. Dia akan keliling perguruan tinggi mencari tenaga yang handal untuk menjadi timnya. Dalam tiga bulan ke depan prototipe motornya akan lahir di Bandung. Tentu Sadewa akan memprioritaskan motor untuk mobil listrik nasional lebih dulu.
Melihat tekad putra-putra bangsa itu, Presiden SBY tidak bisa menyembunyikan keterharuannya. Wajah, mimik dan kata-kata Presiden membuat suasana pertemuan sore itu campur aduk: haru dan bangga!
Presiden memberikan dukungan penuh pada lahirnya babak baru ini. Misalnya dukungan regulasi dan insentif. Menperin MS Hidayat juga sangat bersemangat. Ia komit memberi dukungan yang diperlukan.
Lantas, kata penutup dari Presiden SBY dalam pertemuan itu seperti sapu jagad: dalam tiga bulan ke depan konsep regulasi yang diperlukan berikut insentif yang diinginkan sudah harus berhasil dirumuskan. Dan Presiden SBY akan menagihnya.
Tepuk tangan pun menggemuruh: plok-plok-plok!
*Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN
Ini terjadi, Jumat sore (25/5) lalu di Istana Negara Jogjakarta. Lebih separo menteri anggota kabinet hadir. Semua rektor perguruan tinggi terkemuka diundang: UI, ITB, ITS, UNS, UGM, dan lain-lain. Para rektor itulah yang menyiapkan presentasi hasil kajiannya. Saya sendiri menghadirkan “Pendawa Putra Petir” yang kini sedang menyiapkan prototipe mobil listrik nasional.
Para rektor itu, di bawah koordinasi Mendikbud Muhammad Nuh dan Menristek Gusti Muhammad Hatta, secara mengejutkan menyajikan hasil kajian akademik yang sangat lengkap dan mendalam.
Padahal, Presiden SBY hanya memberi waktu 2,5 bulan kepada mereka. Presiden memang pernah mengundang para rektor itu ke Istana Jakarta. Untuk meminta pandangan mereka mengenai realistis tidaknya mobil listrik nasional. Presiden lantas minta kajian akademiknya. Waktu 2,5 bulan ternyata cukup untuk mereka.
Karena itu, saat Presiden menagih yang ditagih begitu siapnya. Rupanya Presiden dan para rektor sama-sama semangatnya. Ini seperti “tumbu ketemu tutupnya, Anang ketemu Ashantinya”!
Ini juga menunjukkan bahwa dunia perguruan tinggi sebenarnya sudah lama memendam kesumat: melahirkan sesuatu yang bersejarah oleh kemampuan intelektual bangsa sendiri. Bahwa konsep itu bisa lahir begitu cepat pada dasarnya juga karena dunia perguruan tinggi sudah lama melakukan kajian, riset, dan ujicoba yang mendalam.
Para mahasiswa pun sudah bisa membuatnya. Saya sudah mencoba yang buatan mahasiswa ITS, ITB, atau pun mahasiswa UGM. Sudah bertahun-tahun mereka memendam harapan: kapan hasil riset itu tidak sekadar berhenti sampai di peti. Mereka sudah lama mimpi kapan hasil kajian itu menjadi karya nyata untuk bangsa. Bahkan mereka pernah curiga jangan-jangan kepentingan bisnis besarlah yang membunuh bayi mereka –sejak masih di dalam kandungannya.
Maka begitu Presiden SBY memberikan sinyal yang kuat untuk lahirnya mobil listrik nasional ini, para rektor menyala seperti bensin menyambar bara yang menganga. “Kami sampai kurang tidur dan tidak sempat mengajar,” ujar doktor elektro UGM yang terlibat penyiapan konsep itu.
Presiden SBY kelihatan amat puas mendengarkan presentasi Mendikbud dan Rektor UGM yang mewakili para rektor semua. Presiden juga memberikan komitmen yang kuat untuk kelanjutan proyek ini. Para rektor bertepuk tangan berkali-kali.
Kesimpulan paparan akademik para rektor tersebut adalah: kelahiran mobil lisrik adalah suatu keharusan. Kata “keharusan” itu ditulis dengan huruf besar semua. Itu menandakan keniscayaannya. Sedang saat yang tepat untuk melahirkannya, kata kesimpulan itu: sekarang juga. Kata “sekarang” itu juga ditulis dengan huruf besar –menandakan jangan sampai kita mengabaikan momentum.
Terlambat merealisasikannya, kata para rektor, hanya akan membuat Indonesia mengulangi sejarah buruk kita di masa lalu: jadi pasar empuk semata. Kita akan gigit jari untuk kesekian kalinya.
“Secara teknologi, SDM, pasar, dan industrial kita mampu melakukannya,” ujar Prof Dr Agus Darmadi, guru besar elektro UGM yang mewakili para rektor menyampaikan presentasi.
Paparan para rektor itu tercermin juga dalam paparan tim Pendawa Putra Petir yang dihadirkan setelah itu. Yakni lima putra bangsa yang siap merealisasikannya. Lima orang ini merupakan hasil seleksi dari lebih seribu orang yang mendukung lahirnya mobil listrik nasional. Lima orang inilah yang memenuhi tiga syarat utama sekaligus: kemampuan akademik, pengalaman industri, dan passion untuk mewujudkannya.
Dasep Ahmadi, engineer lulusan ITB dan pendidikan luar negeri sudah lama berada di industri mobil. Kini Dasep mampu memproduksi mesin presisi dan berhasil mengekspornya. Kalau sudah bisa membuat mesin presisi, semua mesin menjadi mudah baginya. Dasep kini lagi menyelesaikan tiga prototipe city electric car. Sudah hampir jadi. Sebulan lagi sudah bisa dikendarai. Bentuknya yang sudah kelihatan, mirip Avanza. Sudah dua kali saya mengunjungi workshopnya.
Danet Suryatama, engineer lulusan ITS dengan gelar doktor dari Michigan USA, sudah lebih 10 tahun menjadi engineer di pabrik mobil AS. Saat pertemuan dengan Presiden SBY itu Danet baru tiba dari USA. Masih belum mandi. Hampir saja tidak sempat hadir. Pesawatnya dari AS terlambat berangkat.
Saya sudah sekali mengunjungi workshop di Jogja yang akan mengerjakan mobil listriknya. Danet menyiapkan prototipe mobil listrik kelas mewah. “Agar jangan ada anggapan mobil listrik itu ecek-ecek,” katanya. Desain mobilnya, yang hanya boleh ditayangkan amat sekilas, membuat penggemar Ferari bisa iri. Dua bulan lagi mobil ini jadi.
Danet sudah siap pulang ke tanah air untuk mengabdikan diri bagi bangsa sendiri. Sudah 20 tahun dia berkarya untuk Amerika. Kini, ibunya yang kelahiran Pacitan, Jatim seperti memanggilnya pulang.
Ravi Desai, lahir dan lulusan Gujarat. Ravi ahli dalam energi dan menekuni konversi energi. Ravi kini menyelesaikan konversi mobil lama yang ingin diubah menjadi mobil listrik. Saat meninjau proyeknya di Serpong minggu lalu, saya lihat ada dua sedan Timor di situ. Timor itulah yang dicopot mesinnya diganti motor listrik. Dua bulan lagi Timor baru itu sudah bisa meluncur di jalan raya.
Mario Rivaldi, spesialis sepeda motor listrik. Lulusan Inggris dan Jerman yang pernah di ITB ini bukan baru membuat, tapi sudah membuat. Bahkan sepeda motornya sudah lolos uji sertifikasi dan sudah dipatenkan. Mario tidak mau karyanya ini disamakan dengan motor listrik dari Tiongkok yang kini beredar di Indonesia. Kelas motornya yang akan diberi merek Abyor itu jauh di atas yang ada.
Tentu karya keempat engineer itu tidak akan bisa disebut mobil listrik nasional kalau komponen buatan dalam negerinya tidak memadai. Itulah sebabnya diperlukan si bungsu dari Pendawa: umurnya masih sangat muda (termuda di antara sang Pendawa) tapi namanya masih harus dirahasiakan. Waktu diminta oleh Bapak Presiden SBY untuk bicara, dia juga hanya bicara seperlunya.
Anak Padang ini ahli membuat komponen motor. Dia sudah punya belasan paten motor di luar negeri. Dia juga bersedia pulang. Untuk menjadi pelopor industri komponen motor di dalam negeri. Sudah 14 tahun dia di negara maju, kini saatnya dia kembali. Semangatnya untuk mengabdi pada bangsa sendiri ternyata begitu tinggi.
“Dalam satu mobil,” kata sang Sadewa ini, “diperlukan 150 motor”. Kalau satu juta mobil diperlukan 150 juta motor. Semuanya impor. Satu pabrik gula besar bisa memerlukan 1.000 motor. Apa saja, memerlukan motor. Tapi kita belum bisa membuatnya.
Sadewa dari Sumbar inilah yang akan mengubahnya. Kini dia sedang membentuk tim yang kuat. Dia akan keliling perguruan tinggi mencari tenaga yang handal untuk menjadi timnya. Dalam tiga bulan ke depan prototipe motornya akan lahir di Bandung. Tentu Sadewa akan memprioritaskan motor untuk mobil listrik nasional lebih dulu.
Melihat tekad putra-putra bangsa itu, Presiden SBY tidak bisa menyembunyikan keterharuannya. Wajah, mimik dan kata-kata Presiden membuat suasana pertemuan sore itu campur aduk: haru dan bangga!
Presiden memberikan dukungan penuh pada lahirnya babak baru ini. Misalnya dukungan regulasi dan insentif. Menperin MS Hidayat juga sangat bersemangat. Ia komit memberi dukungan yang diperlukan.
Lantas, kata penutup dari Presiden SBY dalam pertemuan itu seperti sapu jagad: dalam tiga bulan ke depan konsep regulasi yang diperlukan berikut insentif yang diinginkan sudah harus berhasil dirumuskan. Dan Presiden SBY akan menagihnya.
Tepuk tangan pun menggemuruh: plok-plok-plok!
*Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN
No comments:
Post a Comment