Satu lagi langkah maju untuk bisa segera merealisasikan mobil listrik nasional: sejak Sabtu, 13 Juli 2013, Indonesia telah mampu memproduksi baterai lithium. Memang bukan BUMN yang memproduksinya tapi BUMN ikut menjadi pendorongnya.
Tahun lalu ketika mobil listrik generasi pertama diluncurkan oleh Tim Putra Petir BUMN, memang masih menyisakan satu kegundahan ini: baterai (accu) mobil tersebut masih impor dari Tiongkok. Belum menggunakan baterai made in Indonesia.
Selama ini Indonesia baru mampu memproduksi baterai biasa. Padahal untuk mobil listrik tidak mungkin menggunakan accu biasa, karena ukurannya menjadi begitu besar dan beratnya begitu ampun-ampun.
Maka tidak lama setelah peluncuran tiga mobil listrik jenis city car karya Dasep Ahmadi itu, saya mencari-cari siapa gerangan yang punya potensi mampu memproduksi baterai lithium di dalam negeri. Tentu saya mengincar pabrik-pabrik baterai yang sudah ada. Lantas saya tawari siapa yang berminat memproduksi baterai lithium.
Saya tidak menjanjikan apa-apa. Tidak berjanji membelinya, tidak memberi fasilitas apa-apa, dan tidak mau ikut menanggung biaya investasi. Juga tidak ikut menanggung risiko. Saya hanya mengemukakan gagasan besar, bahwa sebaiknya Indonesia mulai memproduksi mobil listrik. Agar kelak kita tidak menyesal untuk kedua kalinya. Agar kita tidak hanya akan kembali menjadi pasar yang besar bagi mobil listrik dari luar negeri.
Saya sangat yakin masa depan mobil adalah mobil listrik. Seluruh dunia sudah sepakat seperti itu. Memang tidak bisa kesusu dan grusa-grusu. Pelan tapi pasti masa depan kita adalah mobil listrik.
Alhamdulillah ada satu pabrik baterai terkemuka yang mendukung ide itu: PT Nipress Tbk di Bogor. Pengalamannya memproduksi baterai sudah puluhan tahun. Pasarnya tidak hanya di dalam negeri. Ekspornya sudah merambah dunia sampai Eropa.
Perusahaan publik ini tertantang untuk ambil bagian mewujudkan gagasan besar itu, dengan mengembangkan baterai lithium. Jackson Tandiono, Presiden Direktur, dan Richard Tandiono, Direktur Operasional PT Nipress, menyatakan sanggup menanamkan investasi puluhan miliar rupiah dan sanggup meluncurkan produk baterai lithium pertama di bulan Juli 2013.
Ini sesuai dengan perencanaan lahirnya mobil listrik Putra Petir generasi kedua. Yakni mobil listrik yang disiapkan untuk digunakan dalam forum APEC di Bali awal Oktober depan.
Komitmen PT Nipress benar-benar dipenuhi. Minggu lalu Richard menghubungi saya: apakah bersedia meluncurkan baterai lithium pertama made in Indonesia. Tentu saya harus bersedia untuk memberikan penghargaan pada orang yang memenuhi komitmen yang begitu tinggi. Saya terharu ada yang mau ikut mempertaruhkan uang puluhan miliar demi mobil listrik nasional.
Dengan berhasilnya Indonesia memproduksi baterai lithium maka hampir 50 persen persoalan mobil listrik nasional teratasi. 50 persennya lagi sebagian besar bisa diadakan di dalam negeri. Seperti pembuatan body dan interiornya. Motor listriknya pun sudah akan bisa diproduksi di dalam negeri.
Mobil listrik memang harus nenggunakan baterai lithium. Dengan lithium untuk kekuatan yang sama hanya diperlukan ukuran yang kecil, hanya 30 persen baterai biasa. Beratnya pun hanya sepertiga berat baterai biasa. Dan yang lebih penting: dengan baterai lithium proses charging-nya bisa cepat.
Waktu meluncurkan baterai lithium pertama made in Indonesia itu, kepada saya dipamerkan seluruh proses pembuatannya, pengujiannya, laboratoriumnya, dan standarisasinya. Juga sistem modulnya.
Ada modul untuk bus listrik, ada modul untuk mobil listrik jenis MPV, ada modul untuk city car, dan ada modul untuk mobil sport.
Modul itu ditentukan berdasar kesepakatan hasil diskusi ilmiah berkali-kali. Dasep Ahmadi, Ravi Desai, Ricky Elson dan ahli baterai yang paling top di Indonesia, Dr Ir Bambang Prihandoko dari LIPI, dengan aktifnya merumuskan bersama ahli dari Nipress untuk menentukan modul-modul itu. Inilah modul baterai lithium standar Indonesia!
Dengan ditentukannya modul baterai lithium ini maka siapa pun yang ingin memproduksi mobil listrik tidak perlu lagi bingung. Terutama dalam penempatan baterainya. Ikuti saja standar modul yang ditetapkan produsen lithium tersebut.
Kang Dasep lewat PT Sarimas Ahmadi Pratama, sedang menyiapkan delapan bus VIP dan lima MPV yang baterainya sudah made in Indonesia. Ricky lewat PT Berkah Para Maestro sedang menyiapkan tiga MPV dan mobil sport. Ravi lewat partnernya di Surabaya sudah membangun pabrik mobil listrik dengan kapasitas 20.000 per tahun.
Maka kelahiran mobil listrik nasional generasi kedua akhir Agustus nanti sudah lebih lega. Bukan saja sudah banyak belajar dari kekurangan-kekurangan generasi pertama, tapi juga made in Indonesianya sudah lebih “nendang”. (*)
Tahun lalu ketika mobil listrik generasi pertama diluncurkan oleh Tim Putra Petir BUMN, memang masih menyisakan satu kegundahan ini: baterai (accu) mobil tersebut masih impor dari Tiongkok. Belum menggunakan baterai made in Indonesia.
Selama ini Indonesia baru mampu memproduksi baterai biasa. Padahal untuk mobil listrik tidak mungkin menggunakan accu biasa, karena ukurannya menjadi begitu besar dan beratnya begitu ampun-ampun.
Maka tidak lama setelah peluncuran tiga mobil listrik jenis city car karya Dasep Ahmadi itu, saya mencari-cari siapa gerangan yang punya potensi mampu memproduksi baterai lithium di dalam negeri. Tentu saya mengincar pabrik-pabrik baterai yang sudah ada. Lantas saya tawari siapa yang berminat memproduksi baterai lithium.
Saya tidak menjanjikan apa-apa. Tidak berjanji membelinya, tidak memberi fasilitas apa-apa, dan tidak mau ikut menanggung biaya investasi. Juga tidak ikut menanggung risiko. Saya hanya mengemukakan gagasan besar, bahwa sebaiknya Indonesia mulai memproduksi mobil listrik. Agar kelak kita tidak menyesal untuk kedua kalinya. Agar kita tidak hanya akan kembali menjadi pasar yang besar bagi mobil listrik dari luar negeri.
Saya sangat yakin masa depan mobil adalah mobil listrik. Seluruh dunia sudah sepakat seperti itu. Memang tidak bisa kesusu dan grusa-grusu. Pelan tapi pasti masa depan kita adalah mobil listrik.
Alhamdulillah ada satu pabrik baterai terkemuka yang mendukung ide itu: PT Nipress Tbk di Bogor. Pengalamannya memproduksi baterai sudah puluhan tahun. Pasarnya tidak hanya di dalam negeri. Ekspornya sudah merambah dunia sampai Eropa.
Perusahaan publik ini tertantang untuk ambil bagian mewujudkan gagasan besar itu, dengan mengembangkan baterai lithium. Jackson Tandiono, Presiden Direktur, dan Richard Tandiono, Direktur Operasional PT Nipress, menyatakan sanggup menanamkan investasi puluhan miliar rupiah dan sanggup meluncurkan produk baterai lithium pertama di bulan Juli 2013.
Ini sesuai dengan perencanaan lahirnya mobil listrik Putra Petir generasi kedua. Yakni mobil listrik yang disiapkan untuk digunakan dalam forum APEC di Bali awal Oktober depan.
Komitmen PT Nipress benar-benar dipenuhi. Minggu lalu Richard menghubungi saya: apakah bersedia meluncurkan baterai lithium pertama made in Indonesia. Tentu saya harus bersedia untuk memberikan penghargaan pada orang yang memenuhi komitmen yang begitu tinggi. Saya terharu ada yang mau ikut mempertaruhkan uang puluhan miliar demi mobil listrik nasional.
Dengan berhasilnya Indonesia memproduksi baterai lithium maka hampir 50 persen persoalan mobil listrik nasional teratasi. 50 persennya lagi sebagian besar bisa diadakan di dalam negeri. Seperti pembuatan body dan interiornya. Motor listriknya pun sudah akan bisa diproduksi di dalam negeri.
Mobil listrik memang harus nenggunakan baterai lithium. Dengan lithium untuk kekuatan yang sama hanya diperlukan ukuran yang kecil, hanya 30 persen baterai biasa. Beratnya pun hanya sepertiga berat baterai biasa. Dan yang lebih penting: dengan baterai lithium proses charging-nya bisa cepat.
Waktu meluncurkan baterai lithium pertama made in Indonesia itu, kepada saya dipamerkan seluruh proses pembuatannya, pengujiannya, laboratoriumnya, dan standarisasinya. Juga sistem modulnya.
Ada modul untuk bus listrik, ada modul untuk mobil listrik jenis MPV, ada modul untuk city car, dan ada modul untuk mobil sport.
Modul itu ditentukan berdasar kesepakatan hasil diskusi ilmiah berkali-kali. Dasep Ahmadi, Ravi Desai, Ricky Elson dan ahli baterai yang paling top di Indonesia, Dr Ir Bambang Prihandoko dari LIPI, dengan aktifnya merumuskan bersama ahli dari Nipress untuk menentukan modul-modul itu. Inilah modul baterai lithium standar Indonesia!
Dengan ditentukannya modul baterai lithium ini maka siapa pun yang ingin memproduksi mobil listrik tidak perlu lagi bingung. Terutama dalam penempatan baterainya. Ikuti saja standar modul yang ditetapkan produsen lithium tersebut.
Kang Dasep lewat PT Sarimas Ahmadi Pratama, sedang menyiapkan delapan bus VIP dan lima MPV yang baterainya sudah made in Indonesia. Ricky lewat PT Berkah Para Maestro sedang menyiapkan tiga MPV dan mobil sport. Ravi lewat partnernya di Surabaya sudah membangun pabrik mobil listrik dengan kapasitas 20.000 per tahun.
Maka kelahiran mobil listrik nasional generasi kedua akhir Agustus nanti sudah lebih lega. Bukan saja sudah banyak belajar dari kekurangan-kekurangan generasi pertama, tapi juga made in Indonesianya sudah lebih “nendang”. (*)
No comments:
Post a Comment