Dua tahun lalu perusahaan ini masih sakit. Masih tergolek di ruang perawatan ICU. Tahun lalu tiba-tiba sehat. Dan kini bisa lari kencang. Larinya sampai ke luar negeri pula: PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Bendera Waskita pun kini mulai berkibar di Mekah. Di Masjidil Haram. Waskitalah yang mendapat kepercayaan mengerjakan pengembangan dan pembangunan kembali masjid suci itu. Tentu bersama beberapa perusahaan lain di bawah bendera grup besar Binladin.
Maka, berbeda dengan tahun-tahun lalu, perjalanan umrah saya bersama istri kali ini terselip urusan Waskita. Meski biaya sendiri tapi urusan Waskita ikut memenuhi pikiran. Sepanjang perjalanan 400 km dari Jeddah ke Madinah dan 450 km dari Madinah ke Mekah, kata Waskita saya ucapkan hampir sama banyak dengan kalimat talbiah “labbaika Allahumma labbaik…”.
Ini karena saya tidak mau kibaran bendera BUMN di Arab Saudi sekarang ini mengulangi pengalaman buruk BUMN kontraktor kita di masa lalu: rugi sangat besar. Akibatnya, ibarat perusahaan dari negara miskin menyumbang negara superkaya.
Sepanjang perjalanan itu saya banyak bertanya kepada pimpinan Al Syarikah Waskita Muqawwalah Gunadi dan Nur Andono. Yang pertama alumni Teknik Sipil UNS Surakarta asli Purworejo, yang kedua alumni Teknik Sipil UGM kelahiran Bantul. Saya bertanya dan mendiskusikan apa yang sedang dilakukan, bagaimana membina hubungan, bagaimana praktik sistem pembayaran, mempercepat penagihan, cara menghindari klaim, cara mendapatkan tenaga terampil, perpajakan, menyiasati cuaca ekstrem, dan seterusnya.
Kegagalan BUMN di masa lalu memang mengerikan. Ratusan miliar kerugian yang diderita. Sampai-sampai perusahaan seperti PT Adhi Karya (Persero) Tbk ampun-ampun. “Kami belum berani kembali ke Timur Tengah,” ujar Dirut Adhi Kiswo Darmawan.
Meski Kiswo waktu itu belum menjadi orang Adhi, tapi sebagai dirut yang datang belakangan dia ikut menanggung beban kerugian besar itu. Termasuk menanggung beban dosa manajemen sebelumnya dalam kasus korupsi Hambalang.
Adhi memang saya minta untuk sedapat mungkin menghindari dulu proyek-proyek pemerintah, sebagai salah satu bentuk taubatan nasuha atas dosa masa lalunya. Masih terlalu banyak proyek milik BUMN sendiri yang bisa dikerjakan tanpa harus menyogok-nyogok.
Waskita pun belajar dari pengalaman masa lalu itu. Karena itu Dirut Waskita M Choliq, memilih masuk Arab Saudi dengan jalan minta digendong dulu. Saya setuju dengan strategi itu. Tidak apa-apa digendong dulu, asal kalau bisa, seperti lagunya Mbah Surip itu, digendong ke mana-mana. Apalagi yang menggendong adalah rajanya kontraktor di sana: Saudi Binladin Group.
Tiga proyek yang dikerjakan Waskita saat ini, misalnya, semuanya proyek dari main contractor Binladin. Mula-mula hanya kampus universitas di Riyadh. Lalu dipercaya mengerjakan jalan layang menuju bandara baru Jeddah. Dan kini naik kelas ke renovasi/pengembangan Masjidil Haram.
Sekarang ini tahapan Waskita memang tahapan mendapatkan kepercayaan. Yang penting bisa mendapat pekerjaan, menunjukkan kemampuan, menyajikan kualitas, dan membuktikan tepat waktu. Dan yang lebih penting, ummul mas’alah-nya, tidak boleh rugi. Kelak akan ada tahap mendapat proyek yang lebih besar. Lanjutannya lagi mendapat dan mengelola proyek tunggal. Sedang tujuan akhirnya nanti adalah memenangkan proyek sebagai main contractor.
Cara minta digendong dulu itu sudah lebih dulu sukses dilakukan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika. Waskita belajar dari Wika. Wika baru saja menyelesaikan dua proyek besar di Aljazair. Tidak rugi. Bahkan untungnya lumayan.
Wika, dengan Dirut Bintang Perbowo yang tidak pernah mau nyogok, kini terbukti menjadi BUMN kelompok karya yang terbesar: omsetnya, labanya, maupun market caps- yang mencapai Rp 14 triliun, dua kali lipatnya Krakatau Steel. Wika, Waskita, dan PP kini juga bersaing mengerjakan proyek-proyek di Timor Leste.
Proyek Masjidil Haram tentu sangat prestisius bagi Waskita. Setidaknya pekerjaan itu akan terus berlangsung sampai tahun 2018. Mengerjakan proyek Masjidil Haram memang harus secara bertahap selama lima tahun agar peribadatan di sana tetap bisa berlangsung. Apalagi proyek ini sempat sebentar tertunda karena pemerintah Turki keberatan kubah-kubah khas peninggalan era Turki Usmani ikut dibongkar.
Pembongkaran tahap satu ini juga menghilangkan track tawaf (ibadah mengelilingi Ka’bah tujuh kali) bagi jemaah yang menggunakan kursi roda atau tandu. Jalur itu berada di lantai dua menempel di bangunan masjid. Itulah sebabnya saat ini dibangun jalur darurat di atas pelataran tawaf yang ada. Terbuat dari baja knock down yang gampang dipasang dan dibongkar.
Kelak, bangunan baru Masjidil Haram sudah sekalian dilengkapi dengan track khusus kursi roda.
Sambil mengerjakan Masjidil Haram, Waskita kini juga lagi minta digendong ke Madinah. Masjid Nabawi yang di dalamnya terdapat makam Nabi Muhammad SAW yang sudah luas itu, juga akan diperluas. Masjid diperluas ke arah samping makam Rasulullah SAW hingga ke seberang pemakaman Baqi. Posisi makam Rasulullah SAW menjadi agak di tengah bangunan masjid.
Begitu besarnya proyek perluasan itu hingga kapasitas Masjid Nabawi meningkat dari 1 juta orang menjadi 2,5 juta orang.
Maka pertemuan saya dengan pemilik dan orang nomor satu Saudi Binladin Group Syekh Bakr Bin Ladin, Senin hari ini di Mekah, tentu tidak akan jauh dari soal gendong-menggendong Waskita ini. (Oleh Dahlan Iskan Menteri BUMN)
No comments:
Post a Comment