SEORANG teman jurnalis, yang memimpin sebuah majalah, pernah berujar tentang Dahlan Iskan. Yang diujarkan itu adalah satu predikat tentang Dahlan Iskan yang belum pernah saya dengar sebelumnya.“Di kalangan pakar dan peneliti, Dahlan Iskan dianggap dewa,” katan teman tadi.
Teman tadi mengungkapkan anggapan itu, saat bersama saya ikut mendengarkan paparan Dr Ir Bambang Prihandoko. Pakar baterai dari LIPI itu tengah diminta Dahlan Iskan untuk menilai baterai lithium untuk mobil listrik, produksi PT Nipress, Bogor.
Dr Bambang terlihat antusias memberi paparan. Antusias yang terus muncul semenjak dia dilibatkan dalam proyek mobil listrik. Khususnya dalam pengembangan baterainya.
Antusias itu juga muncul di kalangan pakar-pakar dan peneliti hebat putra putri Indonesia lainnya. Ini seiring dengan pelibatan mereka dalam berbagai proyek dan program hebat Dahlan Iskan lain, untuk mengatasi berbagai masalah di negeri ini.
Itulah yang menurut teman saya tadi alasan mengapa kalangan pakar dan peneliti sebagian mengganggap Dahlan Iskan bak dewa penolong. Mungkin kedengarannya berlebihan Namun, jika melihat fakta-fakta yang ada tentang betapa kini banyak pakar dan peneliti benar-benar seolah menemukan ajang untuk unjuk karya, bisa jadi pendapat tadi benar.
Apalagi, teman saya tadi, kebetulan majalahnya bersentuhan dengan BUMN. Dia memiliki banyak catatan betapa sekarang BUMN memang sangat serius melibatkan para peneliti dan pakar dalam berbagai proyek dan program mereka. Terutama, semenjak kementerian BUMN dipimpin Dahlan Iskan.
Dalam hal mengatasi masalah pangan -istilah pop-nya ketahanan pangan- Dahlan melibatkan pakar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Mohon diperhatikan, para pakar itu bukan sekadar diminta membuat makalah atau proposal. Tapi, bergabung dalam tim yang langsung terlibat dalam aksi menerapkan temuan para pakar di lapangan.
Itulah yang dilakukan Prof Dr Sungkono, pakar sorgum dari Unlam yang dilibatkan dalam penanaman sorgum besar-besaran di NTT. Sorgum yang siap panen Agustus mendatang itu, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap gandum, yang harus impor.
Para pakar ternak juga dilibatkan langsung untuk mengatasi masalah ketersediaan daging. Ada Prof Dr Syamsuddin Hasan dari Universitas Hasandin, Prof Priyo Bintoro (Undip) dan beberapa pakar ternak potong besar lainnya.
Dahlan juga memacu pengembangan ternak kelinci, sebagai pangan sumber protein alternatif. Dia melibatkan pakar dari Unibraw dan juga praktisi ternak kelinci dari Pasuruan, Gus Yusuf.
Secara khusus, Dahlan Iskan, juga menaruh perhatian buah tropis. Dia mematok target menangkal serbuan buah impor. Sambil, menjajaki peluang ekspor.
Dahlan meminta dua pakar tanaman dari IPB, Prof Dr Herry Suhardiyanto (juga Rektor IPB) dan Dr Ir Sobir, untuk pengembangan buah tropis, bekerjasama dengan PTPN 8.
Dua pakar IPB pula yang langsung dimintai untuk mengatasi saat ada masalah cabai. Pembuat rasa pedas itu sempat menjadi masalah nasional, ketika harganya melambung tinggi, berbuntut angka inflasi naik.
Peneliti sektor kesehatan dan farmasi juga diberi Dahlan Iskan ajang unjuk peran seluas-luasnya. Para profesor dan doktor dari Unpad, UGM dan Unair bukan sekadar dimintai tampil di seminar. Tapi, langsung difasilitasi untuk memproduksi temuan mereka, lewat BUMN obata2an, seperti Biofarma dan Indofarma. Antara lain, Dr Keri Lestari Dandan, pakar farmasi dari Unpad yg difasilitasi membuat obat herbal untuk anti kolesterol dan diabetes.
Tidak ketinggalan, tentu saja para insinyur-insinyur di bidang mesin. Secara khusus Dahlan Iskan mengumpulkan lima insinyur untuk mewujudkan proyek pembuatan mobil listrik. Mereka adalah Dasep Ahmadi, Ricky Elson, Danet, Ravi Desai, dan Mario Rivaldi. Karya hebat para Putera Petir itu -demikian julukan Dahlan untuk para insinyur listrik itu- akan -insyaAllah- siap Oktober ini. Dengan guna awal, menjadi kendaraan para tamu negara, delegasi Asia Pacific Economics Conference.
Satu catatan lagi, adalah peran Dahlan Iskan dalam menggairahkan lagi PT Batan Teknologi, BUMN yang seperti namanya terkait dengan bidang teknologi, khususnya nuklir dan tenaga atom. Batantek sempat nyaris tidak terdengar bertahun-tahun lamanya. Begitu Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN dan berkesempatan berkunjung ke sana, dia mendapati satu potensi Batantek untuk berkembang.
BUMN yang dipimpin Yudiutomo ini dia nilai punya potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam bidang tenaga nuklir dan atom. Ini karena ada kekhasan yang dimiliki oleh para pakar Batantek di bawah pimpinan Yudiutomo. Yakni, mampu memproduksi radioisotop (Batantek) dengan teknologi pengayaan uranium tingkat rendah.
Dengan teknologi ini, Batantek akan menjadi satu-satunya negara di Asia yang mampu memproduksi radioisotop yang nantinya sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kini, negara-negara di Asia –termasuk Tiongkok– membeli radioisotop dari Batantekno (nama baru Batantek, setelah diubah Dahlan Iskan). Bahkan, Batantekno siap menguasai pasar radioisotop dunia, dengan membangu pabrik di Arizona, Amerika Serikat.
Demikianlah. Kini para putera puteri terbaik bangsa itu benar2 mendapat kesempatan menyumbangkan ilmunya untuk Ibu Pertiwi. Tidak hanya sekadar jadi wacana. Tapi, benar-benar diterapkan.
Dahlan Iskan tidak mau mengabaikan para orang pintar itu, untuk ikut membangun Indonesia.
Dahlan Iskan begitu pintar untuk memaksimalkan peran orang pintar itu. Dia pun bersama-sama orang pintar itu, berjuang dan membangun, Demi Indonesia.
Seperti kata pepatah, orang baik akhirnya berkumpul dengan orang baik. Orang pintar berkumpul dengan orang pintar.
Agaknya, itu pula alasan bos perusahaan jamu Sidomuncul Irwan Hidayat menjadikan Dahlan Iskan menjadi bintang iklan salah satu produknya, yang dikenal dengan jargoo orang pintar. Irwan cukup pintar untuk menilai bahwa Dahlan Iskan memang layak dianggap sebagai sosok seperti Dewa bagi orang pintar.
Lantas, cukup pintar jugakah kita untuk ikut berjuang bersama ”Dewa”nya orang pintar itu?
Foto: Yudiutomo dan Kusnanto dari Batantek sukses menghasilkan radioisotop dari pengayaan tingkat rendah. Reaktor Batantek di Amerika Serikat akan menjadi reaktor berbahan bakar cair untuk radioisotop. Pertama di dunia.
Teman tadi mengungkapkan anggapan itu, saat bersama saya ikut mendengarkan paparan Dr Ir Bambang Prihandoko. Pakar baterai dari LIPI itu tengah diminta Dahlan Iskan untuk menilai baterai lithium untuk mobil listrik, produksi PT Nipress, Bogor.
Dr Bambang terlihat antusias memberi paparan. Antusias yang terus muncul semenjak dia dilibatkan dalam proyek mobil listrik. Khususnya dalam pengembangan baterainya.
Antusias itu juga muncul di kalangan pakar-pakar dan peneliti hebat putra putri Indonesia lainnya. Ini seiring dengan pelibatan mereka dalam berbagai proyek dan program hebat Dahlan Iskan lain, untuk mengatasi berbagai masalah di negeri ini.
Itulah yang menurut teman saya tadi alasan mengapa kalangan pakar dan peneliti sebagian mengganggap Dahlan Iskan bak dewa penolong. Mungkin kedengarannya berlebihan Namun, jika melihat fakta-fakta yang ada tentang betapa kini banyak pakar dan peneliti benar-benar seolah menemukan ajang untuk unjuk karya, bisa jadi pendapat tadi benar.
Apalagi, teman saya tadi, kebetulan majalahnya bersentuhan dengan BUMN. Dia memiliki banyak catatan betapa sekarang BUMN memang sangat serius melibatkan para peneliti dan pakar dalam berbagai proyek dan program mereka. Terutama, semenjak kementerian BUMN dipimpin Dahlan Iskan.
Dalam hal mengatasi masalah pangan -istilah pop-nya ketahanan pangan- Dahlan melibatkan pakar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Mohon diperhatikan, para pakar itu bukan sekadar diminta membuat makalah atau proposal. Tapi, bergabung dalam tim yang langsung terlibat dalam aksi menerapkan temuan para pakar di lapangan.
Itulah yang dilakukan Prof Dr Sungkono, pakar sorgum dari Unlam yang dilibatkan dalam penanaman sorgum besar-besaran di NTT. Sorgum yang siap panen Agustus mendatang itu, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap gandum, yang harus impor.
Para pakar ternak juga dilibatkan langsung untuk mengatasi masalah ketersediaan daging. Ada Prof Dr Syamsuddin Hasan dari Universitas Hasandin, Prof Priyo Bintoro (Undip) dan beberapa pakar ternak potong besar lainnya.
Dahlan juga memacu pengembangan ternak kelinci, sebagai pangan sumber protein alternatif. Dia melibatkan pakar dari Unibraw dan juga praktisi ternak kelinci dari Pasuruan, Gus Yusuf.
Secara khusus, Dahlan Iskan, juga menaruh perhatian buah tropis. Dia mematok target menangkal serbuan buah impor. Sambil, menjajaki peluang ekspor.
Dahlan meminta dua pakar tanaman dari IPB, Prof Dr Herry Suhardiyanto (juga Rektor IPB) dan Dr Ir Sobir, untuk pengembangan buah tropis, bekerjasama dengan PTPN 8.
Dua pakar IPB pula yang langsung dimintai untuk mengatasi saat ada masalah cabai. Pembuat rasa pedas itu sempat menjadi masalah nasional, ketika harganya melambung tinggi, berbuntut angka inflasi naik.
Peneliti sektor kesehatan dan farmasi juga diberi Dahlan Iskan ajang unjuk peran seluas-luasnya. Para profesor dan doktor dari Unpad, UGM dan Unair bukan sekadar dimintai tampil di seminar. Tapi, langsung difasilitasi untuk memproduksi temuan mereka, lewat BUMN obata2an, seperti Biofarma dan Indofarma. Antara lain, Dr Keri Lestari Dandan, pakar farmasi dari Unpad yg difasilitasi membuat obat herbal untuk anti kolesterol dan diabetes.
Tidak ketinggalan, tentu saja para insinyur-insinyur di bidang mesin. Secara khusus Dahlan Iskan mengumpulkan lima insinyur untuk mewujudkan proyek pembuatan mobil listrik. Mereka adalah Dasep Ahmadi, Ricky Elson, Danet, Ravi Desai, dan Mario Rivaldi. Karya hebat para Putera Petir itu -demikian julukan Dahlan untuk para insinyur listrik itu- akan -insyaAllah- siap Oktober ini. Dengan guna awal, menjadi kendaraan para tamu negara, delegasi Asia Pacific Economics Conference.
Satu catatan lagi, adalah peran Dahlan Iskan dalam menggairahkan lagi PT Batan Teknologi, BUMN yang seperti namanya terkait dengan bidang teknologi, khususnya nuklir dan tenaga atom. Batantek sempat nyaris tidak terdengar bertahun-tahun lamanya. Begitu Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN dan berkesempatan berkunjung ke sana, dia mendapati satu potensi Batantek untuk berkembang.
BUMN yang dipimpin Yudiutomo ini dia nilai punya potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam bidang tenaga nuklir dan atom. Ini karena ada kekhasan yang dimiliki oleh para pakar Batantek di bawah pimpinan Yudiutomo. Yakni, mampu memproduksi radioisotop (Batantek) dengan teknologi pengayaan uranium tingkat rendah.
Dengan teknologi ini, Batantek akan menjadi satu-satunya negara di Asia yang mampu memproduksi radioisotop yang nantinya sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kini, negara-negara di Asia –termasuk Tiongkok– membeli radioisotop dari Batantekno (nama baru Batantek, setelah diubah Dahlan Iskan). Bahkan, Batantekno siap menguasai pasar radioisotop dunia, dengan membangu pabrik di Arizona, Amerika Serikat.
Demikianlah. Kini para putera puteri terbaik bangsa itu benar2 mendapat kesempatan menyumbangkan ilmunya untuk Ibu Pertiwi. Tidak hanya sekadar jadi wacana. Tapi, benar-benar diterapkan.
Dahlan Iskan tidak mau mengabaikan para orang pintar itu, untuk ikut membangun Indonesia.
Dahlan Iskan begitu pintar untuk memaksimalkan peran orang pintar itu. Dia pun bersama-sama orang pintar itu, berjuang dan membangun, Demi Indonesia.
Seperti kata pepatah, orang baik akhirnya berkumpul dengan orang baik. Orang pintar berkumpul dengan orang pintar.
Agaknya, itu pula alasan bos perusahaan jamu Sidomuncul Irwan Hidayat menjadikan Dahlan Iskan menjadi bintang iklan salah satu produknya, yang dikenal dengan jargoo orang pintar. Irwan cukup pintar untuk menilai bahwa Dahlan Iskan memang layak dianggap sebagai sosok seperti Dewa bagi orang pintar.
Lantas, cukup pintar jugakah kita untuk ikut berjuang bersama ”Dewa”nya orang pintar itu?
Foto: Yudiutomo dan Kusnanto dari Batantek sukses menghasilkan radioisotop dari pengayaan tingkat rendah. Reaktor Batantek di Amerika Serikat akan menjadi reaktor berbahan bakar cair untuk radioisotop. Pertama di dunia.
No comments:
Post a Comment